Rabu, 30 Januari 2013

Tafsir Ahkam



Tafsir Ayat Pencurian dan Hukum Potong Tangan

1.      Nash Ayat
وَ السَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاعْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءُ بِمَا كَسَبَا نَكَلًا مِنَ اللهِ.. وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ (المائدة : ۳۸)
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya  (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al- Maidah : 38)
2.      Mufradat Penting
وَ السَّارِقُ  : Pencuri Laki-laki
وَالسَّارِقَةُ   : Pencuri Perempuan
فَاعْطَعُوا    : Potonglah (Sebuah hukuman atau ganjaran yang di berikan kepada si pencuri)
نَكَلًا       : Hukuman dari atas apa yang telah di perbuat (mencuri) akan tetapi melalui perantara manuasia.

3.      Sebab Turunnya Ayat
Ayat ini turun pada Thu’mah bin Ubairiq ketika mencuri baju perang milik tetangganya, Qatadah bin An- Nu’man. Baju itu laludisembunyikan di rumah Zaid bin As- Samin seorang yahudi. Namun terbawa juga kantung berisi tepung yang bocor sehingga tercecerlah tepung itu dari rumah Qatadah sampai ke rumah Zaid.

Ketika Qatadah menyadari baju perangnya dicuri, dia menemukan jejak tepung itu sampai ke rumah Zaid. Maka diambillah   baju   perang   itu   dari   rumah   Zaid.  Zaid berkata,”Saya diberi oleh Thu’mah”. Dan orang-orang bersaksi membenarkannya. Saat itu Rasulullah SAW ingin mendebat Thu’mah, lalu turunlah ayat ini yang menerangkan tentang hukum pencurian.
Sedangkan sebab turun ayat selanjutnya yaitu ayat 39 adalah riwayat dari Ahmad dari Abdillah bin amru bahwa seorang wanita telah mencuri di masa  Rasulullah SAW. Lalu dipotonglah tangan kanannya. Wanita itu lalu bertanya,”Masih mungkinkah bagi saya untuk bertaubat ?”. Maka turunlah ayat yang artinya Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
4.      Hukum Yang Terkandung di Dalamnya.
Allah SWT telah menetapkan hukum had bagi pencuri yang memenuhi kriteria pencurian, yaitu dengan dipotong tangannya. Dalilnya adalah firman Allah SWT :
وَ السَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاعْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءُ بِمَا كَسَبَا نَكَلًا مِنَ اللهِ.. وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ (المائدة : ۳۸)
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS Al-Maidah : 38)
Dalil dari sunnah Rasulullah SAW :
Dari Asiyah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Orang-orang sebelummu itu binasa karena pembesar mencuri dibiarkan dan bila orang lemah yang mencuri barulah dihukum”. HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmizy, Abu Daud dan An-Nasai.
Para ulama sepakat bahwa selain dipotong tangannya juga wajib mengganti harta yang diambilnya tanpa hak itu. Hal itu bila barang yang diambilnya masih ada di tangan. Namun bila harta yang dicuirnya itu sudah habis atau sudah tidak di tangannya lagi, bagaimana hukumnya ?
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat :
a)      Al-Hanafiyah berpendapat bahwa bila harta yang dicuri itu sudah tidak ada lagi, maka cukup dipotong tangannya saja dan tidak diwajibkan mengganti. Alasannya karena Allah SWT tidak menyebutkan kewajiban untuk mengganti. Padahal dalam ayat yang mewajibkan potong tangan itu, Allah tidak memerintahkan keharusan untuk mengganti harta yang diambilnya.
Alasan lainnya yang menguatkan adalah hadits Rasulullah SAW,”Apabila seorang pencuri dipotong tangannya, maka tidak perlu mengganti”.[1] Bahkan bila masalahnya diangkat ke pengadilan dan pencuri itu mengembalikan, maka menurut pendapat ini, tidak perlu dipotong tangannya.

b)     Al-Malikiyah  berpendapat bahwa pencuri  itu  orang berada, maka selain dipotong tangannya juga wajib mengganti barang yang diambilnya. Ini sebagai bentuk peringatan untuknya. Namun  bila  pencuri  itu  miskin dan tidak mampu mengganti, maka cukup dipotong tangannya saja tanpa kewajiban mengganti.

c)      Sedangkan Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa baik potong tangan maupun mengganti  harta  yang  diambil  harus diterapkan.  Bila barang yang diambil itu sudah hilang, wajib mengganti senilai harganya. Hal ini dengan tidak  membedakan antara apakah pencuri itu mampu atau tidak mampu. Karena potong tangan itu kewajiban kepada Allah dan mengganti itu kewajiban kepada manusia.
Dan masing-masing memiliki latar belakang perintah kewajiban yang berbeda-beda.Dan pendapat inilah yang paling rajih dan mendekati kebenaran. Karena hadits yang digunakan Al-Hanafiyah adalah hadits dha`if.
Bila pencurian dilakukan berkali-kali Bila seorang pencuri yang telah pernah dihukum potong tangan,  lalu  kedapatan  mencuri  lagi,  bagaimana  bentukhukumannya ? Apakah dipotong lagi atau tidak ?
Bila seorang pencuri terbutki mencuri untuk pertama kalinya,   para  ulama sepakat untuk memotong tangan pencuri yaitu tangan kanannya.  Sedangkan  bila  untuk kedua kalinya terbutki mencuri lagi, maka ulama pun sepakat untuk memotong kaki kirinya.Tapi para ulama berbeda pendapat bila pencuri itu untuk ketiga kalinya mencuri lagi. Bagaimanakah hukumnya bila masih mencuri lagi untuk yang ketiga kalinya ?

Dalam hal ini para ulama berbeda pandangan :
a)      Al-Hanafiyah dan Al- Hanabilah berpendapat bila mencuri lagi untuk ketiga kalinya, maka tidak perlu lagi dipotong tanganya, tapi cukup dihukum ta`zir dan dipenjara hingga taubat.Dalilnya  yang  mereka gunakan adalah hadits berikut :
Diriwayatkan bahwa kepada Sayyidina Ali ra. didatangkan soerang pencuri  lalu  dipotonglah  tangannya. Kemudian didatangkan kepadanya yang kedua dan telah mencuri maka dipotonglah kakinya. Kemudian didatangkan yang ketiga namun beliau berkata,”Aku tidak akan memotongnya, karena bila kupotong maka dengan apa dia akan makan dan yatamassah. Dan bila kupotong kakinya maka dengan apa dia akan berjalan. Sungguh aku malu kepada Allah”. Maka dipukullah pencuri itu  dengan kayu dan dipenjarakan.” (HR.  Ad-Daruquthuny dan Muhammad bin Al-Hasan dalam kitab al-Asar).



b)     Al-Malikiyah dan Asy- Syafi`iyah berpendapat bahwa bila mencuri lagi untuk yang ketiga kalinya, maka tangan kirinya dipotong.   Dan   bila   mencuri   lagi untuk yang keempat kalinya, maka kaki kanannya yang dipotong. Bila mencuri lagi setelah itu barulah dia dihukum ta`zir.Dalilnya adalah hadits berikut :
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang pencuri,”Bila   mencuri   maka   potonglah   tangan   (kanan)nya,   bila mencuri lagi maka potonglah kaki (kiri)nya, bila mencuri lagi maka potonglah tangan (kiri)nya dan bila mencuri lagi maka potonglah kaki (kanan)nya”. (HR. Ad-Daruquthuni dan As-Syafi`i).

Sedangkan hikmah dari dipotongnya tangan dan kaki karena tangan digunakan untuk mengambil dan kaki digunakan untuk membawa lari curiannya itu. Sedangkan dipotong secara bersilang adalah agar terjadi keseimbangan dan masih bisa dimanfaatkannya anggota tubuhnya  yang tersisa.[2]

5.      Sifat Had
Hukuman yang dijatuhkan kepada pencuri merupakan bentuk hukuman had (jama`nya : hudud) yang telah ditetapkan oleh Allah. Karena itu tidak boleh untuk dirubah atau diganti bentuk hukumannya bahkan oleh Rasulullah SAW sekalipun. Begitu  juga  bentuk  hukuman  ini tidak mengenal pengampunan, permaafan  atau  damai  antara kedua belah pihak bila telah  diketuk palu oleh hakim. Seandainya seorang hakim telah memvonis pencuri dengan potong tangan lalu pihak yang kecurian mengampuni dan memaafkan, tidak bisa dicabut lagi hukuman potong tangan ini.
Mengapa ? Karena pengampunan itu memang hak pihak yang kecurian, sedangkan potong tangan adalah hak Allah SWT. Berangkat  dari  logika  ini,  Al-Hanafiyah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi,”Damai dari masalah hudud adalah batil”.[3]
Hal seperti ini pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW, yaitu seorang telah memaafkan pencuri yang mencuri barangnya, tapi kasusnya sudah masuk dan diangkat ke pengadilan. Sehingga tidak bisa dihalangi lagi eksekusi potong tangan tersebut karena vonis telah jatuh.
Dalam kisah yang sangat masyhur tentang Fatimah Al- Makhzumiyah yang dimintakan kepada Rasulullah SAW agar tidak diberlakukan hukum potong tangan. Seorang pencuri dihadapkan kepada Rasulullah SAW maka beliau perintahkan untuk dipotong tangannya. Namun seseorang berkata,”Ya Rasulullah, kami tidak mengira anda akan melakukan itu”. Beliau menjawab, ”Walaupun Fatimah binti Muhammad mencuri, maka tetap tegakkan hukum HAD (potong tangan)”. (HR Muttafaqun Alaih)
Dari Rabiah bin Abdirrahman dari Az-zubair berkata, ”Bila hukuman had sudah sampai kepada sultan, maka Allah melaknat orang yang  minta  keringanan  dan  memberikan  keringanan”.  (HR.  Malik dalam Al-Muwattha`)










[1] Hadits in ibanyak dilemahkan oleh ulama.Az-zaila`I mengatakan bahwa hadits ini gharib.An- Nasa`I mengatakan bahwa hadits ini mursal dan tidak tsabit

[2] Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa  Adillatuhu ,jilid 6 hal.99
[3] Mahmud Hamzah, Al-Fawaid Al-Bahiyyahfi Al-qawaid  Al-fiqhiyyah, hal.147

0 komentar:

Posting Komentar