Zaman Batu
A. ALAT-ALAT ZAMAN PALEOLITHIKUM
Pada zaman ini alat-alat terbuat dari batu yang masih
kasar dan belum dihaluskan. Contoh alat-alat tersebut adalah:
1.
Kapak
Genggam
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat
ini biasanya disebut "chopper" (alat penetak/pemotong). Alat ini
dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak
bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatan kapak
genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan
sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak genggam
berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.
2.
Kapak
Perimbas
Kapak perimbas berpungsi untuk merimbas kayu, memahat
tulang dan sebagai senjata. Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis
Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi
(Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat
ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah sehingga oleh Ralp
Von Koenigswald disebut kebudayan pacitan.
3.
Alat-alat
dari Tulang Binatang atau Tanduk Rusa.
Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu
alat dari tulang binatang. Alat-alat dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan
Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini berupa alat penusuk (belati) dan
ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk mengorek ubi dan
keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai alat
untuk menangkap ikan.
4.
Flakes
Flakes yaitu
alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk
mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti
alat-alat dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk
berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.
B. ZAMAN
MESOLITHIKUM
1. Kjokkenmoddinger
(Sampah Dapur)
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang
berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya
sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam
kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput
yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil.
Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara
Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia
purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein
Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak
menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam
Palaeolithikum).
2. Pebble (Kapak
Genggam Sumatera = Sumateralith)
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein
Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan
kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut
dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan
lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak
tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.
3. Pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan
dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya).
Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan
untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat
merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.
C.
ALAT-ALAT
ZAMAN NEOLITHIKUM
Pada zaman neolithikum ini alat-alat terbuat dari batu
yang sudah dihaluskan.
1.
Kapak
Persegi
Asal-usul
penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama
kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya
yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia
dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim
disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang
ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat
untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat. Bahan untuk membuat kapak
tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu api/chalcedon.
Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai
alat upacara keagamaan, azimat atau tanda kebesaran. Kapak jenis ini ditemukan
di daerahi Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.
2.
Kapak
Lonjong
Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya
kehitam-hitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur
dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya
diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah
diasah halus. Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut
dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi
kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah
Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong
tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga para arkeolog
menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.
3.
Tembikar
(Periuk belanga)
Bekas-bekas
yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau periuk
belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi
yang ditemukan hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun
bentuknya hanya berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi
gambar-gambar. Di Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata
berisi tulang belulang manusia.
D. ZAMAN MEGALITIKUM
Zaman Megalitikum biasa
disebut dengan zaman batu besar, periode ini ditandai dengan peninggalan
kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar. Beberapa peninggalan megalitik
menurut ahli digunakan sebagai monumen dan tempat ritual menurut kepercayaan
masa itu. Dapat dipastikan bahwa pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan
meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. Di beberapa negara
bahkan terdapat peninggalan dari periode megalitik seperti Stonehenge di
Inggris, termasuk Indonesia tentunya.
Megalitikum sendiri
berasal dari kata bahasa Yunani, Megalitik, dimana kata megas berarti
besar, dan lithos berarti batu. Hasil kebudayaan pada zaman Megalithikum
dapat dijumpai dalam berbagai bentuk bangunan dan peralatan yang terbuat dari
batu-batu yang besar. Adapun hasil kebudayaan zaman ini, antara lain:
·
Kapak persegi maupun
kapak lonjong
·
Menhir (batu tempat
pemujaan arwah leluhur)
·
Dolmen adalah meja
batu, merupakan tempat sesaji dan pemujaan kepada roh nenek moyang, Adapula
yang digunakan untuk kuburan.
·
Kubur batu
·
Waruga
·
Sarkofagus
·
Punden Berundak.
Punden berundak
merupakan contoh struktur buatan manusia, pada zaman Megalitikum, yang tersisa
di Indonesia. Beberapa dari struktur tersebut bertanggal lebih dari 2000 tahun
yang lalu. Punden berundak bukan merupakan “bangunan”, tetapi lebih merupakan
pengubahan bentang-lahan atau undak-undakan yang memotong lereng bukit, seperti
tangga raksasa. Bahan utamanya tanah, bahan pembantunya batu; menghadap ke anak
tangga tegak, lorong melapisi jalan setapak, tangga, dan monolit tegak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa bangunan candi dari periode Hindu-Budha di
Indonesia merupakan hasil akulturasi dengan budaya lokal. Mengingat secara
struktur hanya sedikit perbedaan antara bangunan punden berundak dengan candi.
Sumber:
http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2012/05/paleolithikum-zaman-batu-tua.html
0 komentar:
Posting Komentar